Kamis, 28 November 2013



A. Biografi Bintu Asy Syathi’
Nama asli Bintu asy Syathi’ adalah Prof. Dr. ‘Aisyah Abdurrahman. Nama Bintu asy Syathi’ merupakan nama yang dia pakai saat menulis karena dilahirkan dan dibesarkan di tepian sungai Nil. Bintu asy Syathi’ memiliki arti anak perempuan pinggir (sungai). Dilahirkan di Dumyat sebelah barat delta sungai Nil ditengah keluarga muslim yang taat dan shaleh. Menyelesaikan seluruh jenjang pendidikannya di Universitas Fuad I Kairo sehingga memperoleh gelar guru besar studi tafsir dan sastra al-Qur’an. Tahun 1970 memperoleh gelar Profesor di Universitas Ain Syams Mesir, menjadi professor tamu pada Universitas Umm Durman Sudan, Universitas Qarawiyyin Maroko.
Karyanya-karyanya yang telah dipublikasikan meliputi studinya mengenai Abu A’la al-Ma’ari, Al-Khansa, Biografi Ibunda Nabi saw, istri-istri, anak-anak perempuannya, serta cucu dan buyut perempuannya. Sedangkan karyanya dalam bidang tafsir adalah Al-Tafsir al-Bayani li al-Qur’an al-KarimVolume I (1962) dan Volume kedua (1969). Namun seperti diakuinya hampir secara keseluruhan metode dalam menafsirkan al-Qur’an yang digunakan oleh Bintusy-Syathi’ adalah metode yang diperoleh dari guru besarnya dan kemudian belakangan menjadi suaminya Amin al-Khuli (wafat tahun 1966). Sedangkan ‘A’isyah Abdurrahman wafat Desember 1998.

B. Tafsir Surat Asy-Syarh
Surat asy Syarh adalah surat al Qur’an yang tergolong pada kelompok surat Makkiyyah yang diturunkan sesudah surat ad Dhuha. Sekelompok ulama menyatakan bahwa kedua surat ini merupakan satu surah karena munasabah dalam menghitung-hitung nikmat pada kedua surat tersebut. Namun, an Naisaburi menolak pendapat tersebut, karena menurutnya al Qur’an secara keseluruhan adalah kalam yang satu, namun terdapat perbedaan dalam kedua surat ini yang  mana pertanyaan pada surat ad Dhuha adalah bentuk orang ketiga (ghaib) sedangkan dalam surat asy syarh dalam bentuk orang pertama  (mutakallim). Berbeda dengan at Thabari, al Zamakhsyari dan al Qurthubi tidak begitu mempermasalahkannya.
Mengenai kelompok surah asy Syarh, Muhammad Abduh menyatakan bahwa surat ini termasuk makkiyyah menurut jumhur. Sedangkan al Biqa’i mengatakan surat ini madaniyyah.
Penafsiran asy syarh
Sebagian besar mufassir menyatakan bahwa asy Syarhadalah kelapangan, kelebaran dan keluasan. At  Thabari az Zamakhsyari dan Muhammad Abduh cenderung menafsirkan as Syarh sebagai pelapangan dada.Dalam hal ini an Naisaburi menyatakan pelapangan dada ini bersifat hakiki bukan majazi.
Penafsiran shadr
Kalimat Shadr  disini ditafsirkan sebagai dada yang merupakan anggota badan manusia oleh an Naisaburi, namun ar Raghib menyatakannnya sebagai kekuatan syahwat, hawa nafsu dan amarah.
Dalam al Qur’an ayat-ayat yang menyebutkan kalimat as Shadr tidak ada yang cenderung pada pembelahan dada secara fisik. Ayat-ayat tentang Shudur berada dalam konteks keimanan, petunjuk, nur Allah dan kesembuhan (kelegaan) atau kesempitan, kesesakan, kesulitan,kebinasaan, kesesatandan dendam.
Penafsiran Istifham (أ)
Kalimat istifham tersebut adalah menanyakan ketiadaan pelapangan dada dengan cara ingkar, sehingga memperkuat pernyataan “pelapangan” tersebut, demikian az Zamakhsyari menyatakan tafsirnya. Abu Hayyan membantah pendapat az Zamakhsyari tersebut, yang menyatakan bahwa apabila dalam ayat tersebut ada kalimat tanya, maka kalimat tanya tersebut harus dalam bentuk taqrir (penegasan). Sehingga kita akan mendapatkan terjemah sebagai berikut : “Bukankah kami telah melapangkan bagimu (Muhammad) dadamu”
Penafsiran nun mudhaharah
Nun mudhaharah pada kalimat ‘nasyrah’ yang seharusnya diredaksikan dengan alif yang merujuk kepada Allah, hal ini berfungsi untuk menyampaikan/menunjukkan pentingnya keadaan pelapangan dada, atau untuk menyampaikan pemberitahuan dengan perantar  malaikat Jibril dalam hal ini. Dengan kata lain bisa juga disebut sebagai dhamir li ta’dzhimin nafs, dhamir untuk mengagungkan Dzat Allah SWT.
Penafsiran laka
Penambahan kalimat laka pada ayat satu dan tiga, begitu juga dengan kalimat anka dalam ayat dua, merupakan tambahan yang melengkapi makna,  dimana fungsi penambahan ini adalah untuk menjelaskan sesuatu yang sebelumnya kabur. Takwil seperti ini bertujuan untuk merenungkan kalimat nasyrah dan rafa’na, yang kemudian diikuti oleh kalimat laka, dan  kalimat wadha’na yang diikuti oleh kalimat anka untuk menjelaskan kekaburan.
Sedangkan an-Naisaburi menafsirkan laka sebagai iqham (implikasi) terhadap apa yang dimiliki lafal ini dalam membicarakan al Qur’an al Kariim. Fungsi iqham sendiri adalah untuk  memberi pengertian umum yang disusul dengan rincian, serta mengemukakan hal yang khusus atau yang lebih penting.
Syeikh Muhammad Abduh menyatakan bahwa dikemukakannya jar majrur (anka-laka) dan didahulukannya atas maf’ul didalamketiga ayat tersebut adalah untuk menambah penekanan dan mempercepat penyampaian kabar gembira bukan merupakan muqhamah atau zaidah karena ini adalah keharusan bayan yang dituntut keadaan, seperti dalam surat Thaha(20):25-26 dan QS. Ali Imran(3):194.
Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu?

Penafsiran Wadh’
Lafadz Wadh’a mempunyai arti meletakkan, melemparkan, melontarkan, menjatuhkan dan dipakai untuk sesuatu hal yang memberatkan dan menyusahkan. Al-wadh’ digunakan untuk arti wiladah(melahirkan) dan mengandung. Al-zamakhsyari menjadikannya  sebagai bentuk majazi bagi wadh’ di dalam asas al-balaghah. Seperti dalam al-Qur’an surat  Ali Imran (3): 36, suratAl-Ahqaf (46): 15, surat At-Talaq (65): 4, dan surat At-Talaq (65) : 6.
Wadh’ juga disebutkan yang dirangkaikan dengan kata harb (peperangan), seperti dalam al Qur’an,  suratMuhammad(47): 4, surat An-Nisa’ (4): 102 dan surat Al-A’rof (7): 157.
Penafsiran Wizr
Dalam surat asy-Syarh, wadh’ juga dikaitkan dengan kata wizr, yang menjelaskan bahwa dalam kata wadh’ selalu tampak peringanan dari beban yang berat dan kandungan yang menyusahkan. Asal makna wizr adalah jabal(gunung), tempat berlindung, seperti firman Allah yang artinya : Sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung. Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembal ( QS. Al-Qiyamah(75) : 11-12).
Wazir adalah muwazir (orang yang membantu), sebab dia memikul beban. Misalnya dalam surah Thaha : 29, al-Furqan : 35, tentang Harun sebagai pembanttu bagi Musa a.s.
Sedang pengertian maknawi dari wizr adalah dosa, jamaknya auzar. Misalnya dalam surat Al-An’am : 31dan 164, Fathir : 18, Az-Zumar : 7 dan Thaha : 100.
Wadha’a li al-wizr dalam ayat Asy-Syarh memperkuat pengertiannya sebagai beban yang berat, sebagaimanan ditegaskan oleh ayayt sesudahnya: Alladzi Anqadha Zhahrak.
Penafsiran Anqadha
            Inqadh dalam kebahasaan dan Qurani berarti lepas, cerai berai, terkoyak-koyakdi bawah tekanan yang berat dan penderitaan.
            Dalam hal ini Abu Hayyan menyebutkan pendapat ahli bahasa : Anqadha al-himlu zhahran naqah, digunakan apabila mendengar ringkikan unta karena beban yang berat.
            Syaikh Muhammad Abduh berpendapat, Naqidh al-zhahr adalah suara yang terjadi karena beratnya beban pada panggung. Pendapat ini berdekatan dengan pendekatan Al-Zamakhsari yang mengatakan, Ia adalah suara berderak dan pecah karena beratnya beban.
            Al-raghib menolak jika yang berderak itu suara, menurunya, pada hakikatnya yang berderak itu bukan suara, tetapi sesuatu yang menimbulkan suara, yakni yang berada di bawah tekanan dan penderitaan.
            Bintu Syathi’ cenderung mengartkan inqadh dengan intiqadh (pelepasan) dari beban yang menimpa punggung. Maka ditetapkanlah artinya dengan beban berat yang menindih punggung. Dinukil dari Qatadah bahwa, Nabi Muhammad mempunyai dosa-dosa yang membebani beliau. Aku mendengar Adh-Dhahhak menjelaskan tentang ayat  : Wa wadha’na anka wizrak, yang dimaksudkan adalah kemusyrikan yang ada pada beliau.
            Syaikh Muhammad Abduh menegaskan bahwa kalimat tersebut hanyalah metafora. Sebab jika yang dimaksud dengan beban di situ adalah memikirkan urusan kaum yang beliau pikul dan keprihatinan beliau sebelum berlangsungnya wahyu yang memberi petunjuk, maka yang demikian bukanlah beban fisik yang membebani punggung. Akan tetapi ia adalah kesedihan jiwa jiwa yang diungkapkan dengan beban yang memberati punggung.
Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.
Raf’ (رفع) menurut bahasa adalah meninggikan, yang mengandung pengertian fisik dan indrawi, seperti bangunan dan  pondasi. Contohnya ada dalam QS. Al Baqarah(2):127. Kalimat ini juga bisa bersifat maknawi atau majazi, seperti tingginya derajat.[QS. An Najm(53):32.
At Thabari, Ibnu abu Hayyan dan az Zamakhsyari menafsirkannya bahwa Rasul disebutkan bersamaan dengan penyebutan nama Allah SWT seperti dalam Syahadat, Adzan, qomat, tasyahud dan khotbah..
Syeikh Muhammad Abduh menafsirkan sebagai berikut: Allah telah menunjuki beliau untuk menyelamatkan banyak umat dari perbudakan wahm dan kerusakan pikiran, serta mengembalikan mereka kepadafitrah  yang selamat.
Cukup bagi kita untuk memahami ayat keempat ini, mengikuti petunjuk yang kitta lihatdari seringnya perangkaian zikr dalam al-Qur’an dengan Allah yang Maha Agung dan digunakan sebagai nama al-Qur’an al- karim.

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu da kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
Penjelasan ayat :
Huruf fa’ pada ayat ke lima dari surat Al-Insyiraah memiliki makna sebab-akibat  yaitu menetapkan apa yang akan terjadi dan dari hubungan sebab-akibat itu dikukuhkan dengan inna dan diperkuat lagi dengan pengulangan kalimat itu sebanyak dua kali.
Hikmah dari pengulangan ayat tersebut ialah untuk menumbuhkan ketenteraman jiwa nabi Muhammmad saw menyangkut masa datang dan misi beliau.
Penggunaan ma’a dalam kedua ayat tersebut terdapat beberapa pendapat dari para ulama’. Diantara para mufassir berpendapat bahwa penggunaan ma’a ( arti sesungguhnya :bersama,beserta ) dalam kedua ayat tersebut sebagai ganti dari ba’da (sesudah,setelah) yang menunjukkan perbedaan waktu. Sedangkan Al-Zamakhsyari mengatakan bahwa kata ma’a adalah untuk shuhbah ( kebersamaan dalam berkawan ). Dan maknanya adalah kebersamaan menyertai kesulitan. Jadi,rangkaian ini memiliki fungsi sebagai hiburan dan menguatkan hati.
Selain tertarik terhadap penggunaan huruf fa’ dan ma’a , para ulama’ tafsir juga tertarik terhadap dengan pengertian “kesulitan dan kemudahan” didalam kedua ayat tersebut. Mereka meriwayatkan sebuah hadits Nabi saw yang artinya “sebuah kesulitan tidak akan mengalahkan dua kemudahan”.
Al farra’ dan Az Zujaj menafsirkan al-‘usr (kesulitan) disebutkan dengan alif dan lam , sedangkan disitu tidak terdapat perjanjian terlebih dahulu,sehingga berpalinglah ia kepada hakikat. Maka yang dimaksudkan dengan al-‘usr dikedua tempat tersebut adalah barang yang satu. Adapun yusr (kemudahan) disebutkan secara tunggal,sehingga yang pertama bukanlah yang kedua. Al Naisaburi berpendapat bahwa apabila yang dimaksudkan dengan al-‘usr adalah jenis,bukan al-‘ahd (perjanjian) maka al’usr didalam kedua bentuk itu sama. Sedangkan al yusr disamarkan jika dibawa kepada pembicaraan kedua sebagai pengulangan.
Pendapat yang kuat bahwa al dalam al-‘usr adalah untuk ‘ahd (perjanjian),bukan sekedar penghamburan ungkapan. Sedangkan penunggalan lafal yusr (kemudahan) agar didalamnya terdapat medan konsepsi dan kebebasan sehingga ada gambaran yang luas.
Dalam konteks ayat ini,lafal ‘usr memiliki arti dalam kesempitan yang yang sangat. Hal itu telah banyak dicontohkan dan dijelaskan dalam al-Qur’an,semisal :
a)      Diartikan dengan penderitaan orang-orang kafir pada hari pembalasan,contoh:
# apabila ditiup sangkakala,maka waktu itu adalah waktu(datangnya) hari yang sulit.[(QS.Al-muddatstsir(74):89) ]
# dan adalah (hari itu) satu hari yang penuh kesukaran bagi orang-orang kafir . [(QS.Al-Furqan(25):26)]
b)      Diartikan dengan didalam kesulitan orang yang berhutang ketika ditagih hutangnya sedangkan dia tidak mempunyai harta. Contoh:
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka belilah tangguh sampai dia berkelapangan [(QS.Al-Baqarah(2):280)].
Para ahli bahasa dan mufassir menafsirkan al-‘usr sebagai lawan dari al-yusr, al mu’assaraah sebagai lawan al muyassarah, al ma’sur sebagai lawan al maisur , dan al ‘usra sebagai lawan al yusra.
Kesimpulan : alusr memiliki makna kesengsaraan, kesempitan dan kesulitan.AlYusrmemiliki makna kesenangan,kemudahan dan kelapangan secara mutlak.
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
Kata Idza adalah zharaf (keterangan waktu) untuk masa yang akan datang. Dan fa’ disini (dalam ungkapan faidza ataupun fanshab) selain mengandung aspek sebab akibat , juga mengandung ketertiban yang dating berurutan.
            Kata Al-faragh dalam ayat ke 7 ini secara bahasa artinya adalah “kosong” dan ia bersifat sensual dan materi, seperti faragha al ina’ artinya ‘wadah itu kosong setelah penuh’. Selain itu al faragh juga berkaitan dengan sebab yang mendahuluinya di ayat sebelumnya seperti ‘kelapangan dada’, ‘pelepasan beban’ dan ‘pengangkatan sebutan’. 
Sedangkan kata Al-Nashb menunjukkan makna kesungguhan atau kerja keras dan menegakkan atau menampakkan serta kelelahan. Namun yang menjadi inti makna disini adalah kelelahan dan menegakkan. Pada penafsiran kata ini beberapa mufassir memiliki pandangan yang berbeda-beda seperti Al-Raghib yang lebih cenderung untuk menafsirkan al-nashb berasal dari kata al-nashib yakni bagian yang ditentukan dan nyata. Sedangkan Al-Naisaburi dan Syaikh Muhammad ‘Abduh menafsirkan kata tersebut dengan kelelahan. Dalam hal ini kita (Bintu Syathi’) tidak menyalahkan baik makna kesungguhan maupun kelelahan.
Sudah barang tentu kita harus menghubungkan fa idza faraghta fanshab dengan konteks ayat-ayat sebelumnya, karena fa telah mempertautkan ayat tersebut dengan yang sebelumnya. Ayat tersebut didahului pengukuhan yang meyakinkan, bahwa kesulitan pasti disertai dengan kemudahan, dan Allah pasti memenuhi janji-Nya. Demikian ini, akan disudahi dengan apa yang menyudahinya berupa kekosongan hati dari kebingunga, kesempitan, kesedihan, dan kesengsaraan. Semua itu karena Allah telah menurunkan karunia kepada hamba-Nya (Nabi Muhammad SAW), berupa kelapangan dada dan keringanan beban yang memberati punggungnya, dan meninggikan baginya sebutan namanya. Dan oleh karena itu, hendaklah Rasul beribadah kepada Tuhan, sujud, dan bersyukur kepada-Nya, karena telah melimpahkan banyak karunia kepadanya, termasuk ‘kemudahan’, ketenangan dan kenyamanan di hati.
Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
Kata al-Raghbu adalah kecenderungan dan keinginan. Misalnya, raghibta fisyai’ engkau menginginkan sesuatu’. Dengan mendahulukan Ila rabbika atas kata perintah irghab (berharap) adalah ungkapan yang komunikatif, singkat padat. Dan dengan adanya wawu sebagai kata penyambung maka pengkhususan pada wa ila rabbika farghab sangat berkaitan erat dengan ayat sebelumnya. Hanya saja mayoritas ulama’ jarang yang memperhatikannya.

Jadi, dengan menghubungkan ayat dengan sebelumnya, yang akan menjadikan susunan yang lebih sempurna dan lebih baik dalam kesatuan konteks dalam suatu surah, Bintu Syati’ menyimpulkan tafsir ayat ke 8 ini yaitu semua ketergantungan dan keinginan hanya diarahkan kepada Allah SWT, yang telahmelapangkan hati Rasulullah dari segala bentuk kesusahan. Allah SWT pula yang menepiskan perasaan-perasaan berdosa di hati Rasulullah dan Ia mengabarkan akan adanya kemudahan yang tak ragu lagi sudah pasti adanya.

Rabu, 20 November 2013

Sesungguhnya Allah menciptakan tingkatan-tingkatan yang agung dan kuat dalam iman, serta sebab bertambah dan berkembangnya. Dimana bila kita melaksanakannya, maka keyakinan kita akan kuat, iman kita bertambah, dan derajat kita di dunia dan akhirat diangkat oleh-Nya. Sebab iman adalah perantara di dunia dan menuju akhirat.
Beberapa sebab penting dalam bertambahnya iman terdapat dalam Alquran dan Hadits, yakni:
  1. Mencari ilmu yang bermanfaat yang berdasarkan pada kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya SAW dan mengamalkannya, maka barangsiapa yang sesuai dengan keduanya, maka ia telah pantas pada sebab-sebab besar bertambahnya iman.
  2. Mengenali Nama-nama Allah yang baik (al asmaa al husna) yang ada dalam Alqur’an dan As sunnah, dan berkemauan keras dalam memahami maknanya serta beribadah dengannya.
  3. Membaca Alqur’an dan mentadaburinya, karena hal itu termasuk pada kegelisahan pertambahan iman yang paling bermanfaat. Maka barangsiapa yang membaca Alqur’an dengan tadabbur dan renungan, maka ia akan menemukan ilmu-ilmu pengetahuan didalamnya yang bisa menguatkan keimanannya, menambah dan menumbuhkannya. Dan pertambahan iman ini hanya akan terjadi dengan memahami Alqur’an, menyesuaikan dan mengamalkannya.
  4. Merenungi sirah/kepribadian Rasulullah SAW Al Amin, mengenali akhlaq luhur beliau, sifat-sifatnya yang sempurna, kepribadiannya yang sempurna, yang meliputi kebaikan. Karena sesungguhnya orang yang mempelajari dan merenungi kepribadian dan sifat Rasulullah SAW, sungguguhnya ia telah berusaha memperbanyak kebaikan dalam dirinya, menambah rasa cinta dan keyakinannya kepada Nabi SAW, menwariskan kecintaaan ini kepada yang mengikutinya dan mengamalkan sunnah Rasulullah SAW.
  5. Merenungi kebaikan-kebaikan Islam, karena sesungguhnya keseluruhan agama islam adalah kebaikan, aqidahnya adalah aqidah yang paling sehat, paling bermanfaat, paling benar diantara aqidah-aqidah agama-agama dan syariat lainnya. Hukum-hukumnya adalah hukum yang paling baik dan adil bagi para hamba. Akhlaqnya adalah akhlaq yang paling bagus dan sempurna secara mutlak. Maka orang yang merenungkan semua hal ini, Allah akan menumbuhkan keimanan didalam hatinya dan mencintainya, kemudian ia akan menemukan kelezatan iman tersebut, serta Allah akan menambah keimanannya.
  6. Memikirkan tanda-tanda dan makhluk-makhluk Allah, memikirkan keagungan penciptaan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang ada pada keduanya yang bermacam-macam dan luar bisa, dan memikirkan diri manusia dan sifat-sifatnya. Karena sesungguhunya hal itu termasuk pada sebab-sebab kuat bertambahnya keimanan dan kokohnya iman dalam hati.
  7. Memperbanyak dzikr dan doa kepad Allah SWT, karena sesungguhnya hal itu termasuk sebab-sebab penting terhubungnya seorang hamba dengan Rabbnya yang Maha Agung dan Luhur. Karena sesungguhnya Allah adalah Dzat yang menanamkan keimanan dalam hati, memberinya gizi, menguatkannya.
  8. Memperbanyak amalan sunnah setelah menunaikan yang fardhu, karena sesungguhnya hal ini adalah bentuk pendekatan diri seorang hamba kepada Rabbnya Yang Maha Agung. Bersungguh-sungguh dalam kebaikan dan tunduk dalam seluruh bentuk ibadah.
  9. Meneladani sifat-sifat orang mukmin yang jujur, dan para wali yang sholeh, meminta petunjuk-petunjuk dan bergabung bersama mereka, karena hal itu mengingatkan seorang hamba akan Tuhannya, melembutkan hatinya dan menambah keimanannya. 
  10. Menyeru pada jalan Allah, amar ma’ruf nahyu munkar dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
  11. Menghindari cabang kekufuran, dosa-dosa besar, kemunafikan, fasiq dan maksiat. Karena perilaku-perilaku tersebut dapat melemahkan iman didalam hati, sedangkan menjauhinya dapat menebalkan iman.

Ketahuilah saudaraku, Allah telah mengajarkan kita jalan keselamatan : Sesungguhnya sebab-sebab utama kurangnya iman adalah tidak adanya komitmen dan kosistensi dalam sebab-sebab bertambahnya iman dan tidak adanya usaha untuk memperkuat iman, serta tidak adanya kemauan untuk menolong dalam hal tersebut. Oleh karena itu, menjaga sebab-sebab itu adalah sebab bertambahnya iman, demikian pula sebaliknya.
Dan diantara sebab-sebab penting berkurangnya iman, adalah :
  1.  Tidak mengetahui urusan-urusan agama dan ilmu-ilmu syara’
  2. Lalai, berpaling dan lupa
  3. Mengerjakan kemaksiatan dan dosa-dosa.
  4. Mematuhi perintah-perintah untuk kejelekan 
  5. Kecenderungan pada kehidupan dunia, kerusakan dan gemerlapnya dunia. 
  6. Bergaul dalam hal yang tidak berguna dan keburukan.
  7. Mengikuti jalan-jalan syetan, dan sebab-sebab lainnya.


Senin, 18 November 2013


1.    Islam adalah satu-satunya agama yang diterima Allah kelak di akhirat, dan merupakan sebutan untuk setiap agama yang Allah turunkan selama agama tersebut masih murni tanpa campur tangan manusia. Sesuai dengan namanya Islam mewajibkan para pengikutnya dengan penyerahan diri secara total kepada Allah SWT.
2.    Para utusan Allah diberi tugas untuk menanamkan kepercayaan yang sejati terhadap keesaan Allah SWT dan mendirikan keadilan di antara manusia. Sehingga terciptalah suatu ikatan antara para utusan dengan pengikut-pengikutnya dan berujung pada pembentukan masyarakat Islam.
3.    Semua pengikut Islam wajib untuk percaya pada semua wahyu yang telah diturunkan oleh Allah SWT kepada seluruh Nabi-Nya, tidak dibenarkan apabila mereka hanya percaya pada sebagian dan kufur dengan sebagian yang lain.
4.    Nabi Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul terakhir yang diutus oleh Allah kepada umat manusia secara universal, beliau lahir pada 12 Rabiul Awwal (20 April 571 M). Lahir dalam keadaan yatim, ditinggal ibunya ketika berusia 6 tahun, 2 tahun kemudian diasuh kakeknya. Karena kakeknya meninggal beliau diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Hidup dalam kehidupan yang sederhana, pernah menggembala kambing, dagang ke Syria bersama Abu Thalib. Bahkan dengan akhlaqnya beliau mendapat gelar Al Amin dari masyarakat dan para pembesar Quraisy.
5.    Siti Khadijah adalah istri pertama Rasulullah yang selalu membantu perjuangan Nabi dalam suka maupun duka, semua hartanya ia serahkan kepada Nabi SAW untuk perjuangan Islam. Rasulullah setia kepada Siti Khadijah sampai ia meninggalkan Rasulullah selama 20 tahun tanpa poligami.
6.    Nabi SAW diangkat menjadi Rasul ketika beliau berusia 40 tahun, pada saat beliau berkhalwat di Gua Hira. Tepatnya, pada tanggal Ramadhan (Februari 610) melalui malaikat Jibril dengan wahyu pertama QS. Al Alaq:1-5. Beliaupun pulang ke rumah dan menceritakan semuanya kepada Siti Khadijah, pada saat itulah Siti Khadijah menenangkan hati beliau dan dia beranjak menuju rumah sepupunya, Waraqah ibn Naufal untuk mencari kebenaran dibalik itu semua. Waraqah ibn Naufal pun menyatakan bahwa beliau adalah Nabi akhir zaman.
7.    Wahyu turun tidak sesuai dengan keinginan Rasulullah SAW, namun Allah-lah yang mengatur turunnya Wahyu. Rasulullah SAW mulai mendakwahkan Islam ketika beliau mendapatkan wahyu berupa surat al mudatstsir ayat 1-7, maka mulai bermunculanlah orang-orang assabiqunal awwaluun. Selama tiga tahun Rasululla berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Rasulullah SAW mulai berdakwah secara terang-terangan ketika mendapatkan wahyu surat Asy Syu’ara ayat 214.
8.    Ketika orang-orang mulai banyak yang memeluk Islam, kaum Quraisy Mekkah mulai melakukan pencegahan dan penghalangan terhadap dakwah Islam, bahkan mereka mulai melakukan ejekan, penghinaan, penyiksaan dan ada yang berakhir pada kematian untuk membuat orang-orang yang masuk Islam tersebut kembali kepada agama jahiliyyah mereka.
9.    Dengan terjadinya penyiksaan terhadap para pengikut Islam, pada bulan Rajab tahun kelima dari kenabian, sekelompok sahabat berhijrah ke Habasyah. Raja Habasyah adalah raja yang sangat baik hati.
10. Bentuk perlawanan kaum Quraisy yang paling hebat adalah mereka memboikot Bani Hasyim dan Bani Muththalib selama 3 tahun, dan setelah itu Abu Thalib meninggal dunia dan disusul oleh istri beliau Siti Khodijah. Tahun ini disebut amul huzni yang berarti tahun kesedihan Rasulullah.
11. Bulan Syawal tahun kesepuluh dari kenabian, Rasulullah berdakwah kepada penduduk Thaif, beliau menetap disana selama 10 hari dan mendapatkan perlakuan yang kasar dari penduduk Thaif.
12. Pada musim haji bulan tahun ke-11 kenabian, ada 6 orang penduduk Yatsrib yang melakukan baiat kepada nabi dan mereka menyebarkan agama Islam di Yatsrib sehingga pada tahun selanjutnya ada 7 orang yang melakukan Baiat Aqabah pertama dan disusul Baiat Aqabah kedua.
13. Kaum muslimin mulai melakukan hijrah ke Madinah setelah kejadian Baiatul Aqabah kedua kemudian disusul oleh Rasulullah SAW dan disanalah Rasulullah mulai membangun kekuatan Islam fisik dan bathin. Sehingga masa penyempurnaan Islam dimulai dari Madinah.
14. Rasulullah mulai membangun masjid dan mempersaudarakan kaum muhajirin dan kaum Anshar dalam ikatan satu Aqidah. Rasulullah juga melakukan perjanjian dengan orang-orang yahudi Madinah. Di Madinah Rasulullah dan pengikutnya mengalami beberapa peperangan melawan kaum Quraisy Mekkah, orang-orang Yahudi, serta orang-orang yang menentang kepada Islam. Diantara peperangan yang paling besar adalah perang Badar dan Perang Uhud.
15. Puncak dari perjuangan Nabi adalah futuh mekkah yang dilakukan tanpa pertumpahan darah. Setelah orang-orang mekkah melanggar perjanjian damai hudaibiyyah. Dan mereka yang menyerah kepada Nabi diampuni oleh Nabi SAW.
16. Diawali dengan pengumuman Abu Bakar Ash Shidiq tentang larangan orang musyrik dan kafir mendekati ka’bah pada tahun ke-9 hijrah. Pada tahun ke-10 hijrah Rasulullah langsung memimpin haji dan haji ini merupakan haji perpisahan, dimana saat itulah Rasulullah mendapatka wahyu terakhir QS. Al Maaidah ayat 3. Rasulullah SAW wafat 3 bulan setelah khutbah wada’nya tepat pada tanggal 12 Rabiul awwal 11 Hijrah ( 7 Juni 632 M).
17. Alqur’an adalah mukjizat terbesar yang dimiliki Rasulullah SAW dan merupakan wahyu yang diterima oleh beliau. Alqur’an bukan ciptaan Nabi SAW sebagaimana dituduhkan oleh orang-orang musyrik dan kafir. Terbukti dengan tidak mampunya para penyair arab untuk membuat hal yang serupa dengannya. Sebagaimana yang difirmankan dalam Alqur’an.
18. Didalam Alqur’an terdapat banyak mukjizat sastra yang sangat luar biasa yang para penyairpun mengakui kehebatannya dan mereka menyatakan bahwa hal itu diluar kemampuan manusia dan tidak mungkin ditiru. Sehingga jelaslah bahwa Alqur’an itu diturunkan dengan persiapan yang sangat matang oleh Dzat Yag Maha Kuasa.
19. Alqur’an sendiri berisi kebenaran abadi dan kebajikan serta berbagai macam ilmu pengetahuan yang mampu menuntun kita dalam menjalani hidup. Seperti halnya Alqur’an mengajarkan untuk menjadi seorang muslim sejati yang menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
20. Mengenai hubunganya dengan wahyu sebelumnya, Alqur’an merupakan penyempurna dan perevisi wahyu-wahyu sebelumnya, sehingga jelaslah bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi SAW ini sudah menjadi ajaran yang sempurna bagi seluruh alam.
21. Pada zaman Nabi, Alqur’an ada dalam hafalan para shahabat Nabi SAW. Ketika masa Khalifah Abu Bakkar banyak hafidz yang berguguran dan dimulailah pengumpulan Alqur’an yang dipimpin oleh Zaid Ibn Tsabit berdasarkan usulan Umar ibn Khaththab. Dengan metode pengumpulan yang sangat ketat. Hasil pengumpulannya disimpan oleh Abu Bakkar kemudian Umar ibn Khattab sepeninggal Abu Bakkar dan kemudian disimpan oleh Hafsah, karena belum adanya Khalifah yang jelas yang menggantikan Umar ibn Khattab. Pada zaman Utsman ibn Affan Alqur’an mulai dibukukan dan ditetapkan standar bakunya untuk setiap daerah. Serta menghapus versi lain yang ada pada saat itu untuk menghilangkan perpecahan diantara umat islam.
22. Ajaran Islam selain Alqur’an adalah sunnah yang sudah jelas nampak dari diri Rasulullah SAW. Rasulullah SAW sendiri memiliki 3 cara dalam memberikan pengajaran kepada shahabat-shahabatnya, yakni : dengan perintah lisan, kepribadian sehari-hari, diam tanda setuju terhadap tindakan yang dilakukan para shahabatnya,

23. Sunnah memiliki beberapa fungsi, yakni : bayan tafsir ( menjelaskan ayat-ayat alqur’an yang masih bersifat umum), bayan tafshil (memberikan rincian terhadap ayat-ayat yang masih belum jelas), bayan tasyri’ (menetapkan hukum yang tidak ditemukan dalam Alqur’an). Sehingga jelaslah bahwasannya Sunnah merupakan bagian ajaran Islam yang sangat penting dan sumber hukum Islam yang kedua setelah Alqur’an.